Image16
Image15
Image14
Image13
Image12
Image11
Image10
Image9
Image6
Image3
Image7
Image4
Image5
Image1
Image8
Image2

Kidung Banyuurip


Liputan Jawa Tengah.com ( PURWOREJO ) Pada acara kegiatan seminar yang dilaksanakan di ruang Tosan Aji dengan tema: Mengupas Situs Prigi yang berada di Desa Banyuurip dan di gelar oleh Diparbud Kabupaten Purworejo. Acara tersebut yang di laksanakan pada hari Rabu kemarin (4;11/2020) dan menghadirkan narasumber : Dr Sudibyo M,Hum dari Akademisi dan Atas Sampoerna DS seorang Budayawan juga Sejarahwan serta Sukoso Dm seorang Pengamat Pariwisata dan Pemerhati Sejarah.
Ada hal yang menarik ,yakni tentang sekilas legenda Banyuurip yang berupa Kidung yang disampaikan oleh salah satu narasumber yakni Atas Sampoerna DS.  Dalam legenda Banyuurip yang berupa kidung disebutkan, konon ketika itu terjadi kemarau panjang ,masyarakat didaerah tersebut sangat kesulitan mendapatkan air. Masyarakat memohon pada Pangeran Jayakusuma untuk mencarikan jalan keluarnya,sebagai tokoh yang sangat dipercaya rakyat,akhirnya Pangeran Jayakusuma melakukan meditasi ditempat (yang sekarang ini sudah dibangun). Sebelum melakukan meditasi Pangeran Jayakusuma berpesan adik perempuannya yakni Dewi Galuhwati, agar menyalakan pelita ( atau lampu Sentir ). Jika di tengah malam ,pelita sudah mati , artinya dirinya gagal mencari sumber air.  Ternyata pelita tetap menyala artinya Pangeran Jayakusuma berhasil dengan menancapkan Keris Panu Biru hingga keluar mata air berlimpah ruah  dan menjadi Sumur Mbeji . Pada akhirnya masyarakat berdatangan untuk mengambil air dan menjadi tentram ,maka desa tersebut bernama Banyuurip.

Tetapi dengan makin banyaknya masyarakat yang menetap di Banyuurip dan bila hanya mengandalkan sumber air dari Sumur Mbeji tidak cukup. Dan sesudah adiknya perempuan yakni Dewi Galuhwati menikah dengan Ki Manguyu, maka Dewi Galuhwati meminta ijin pada Pangeran Jaykusuma untuk membuat sumur baru, dan sumur yang baru tersebut diberi nama Sumur Tinatah. Ini menunjukan bahwa tokoh dalam legenda tersebut sangat memperhatikan nasib rakyat di sekitarnya. Leluhur Banyuurip dikenal  tidak senang pada sifat hura- hura,dalam legenda disebutkan , konon orang dari berbagai daerah berduyun - duyun datang ke Banyuurip ,sebab ingin hidup sejahtera.   Kebetulan mereka ada yang datang pada malam hari hingga suasana menjadi gaduh , Dewi Galuhwati merasa risih dan terganggu hingga menugaskan beberapa orang untuk meredam kegaduhan,bagi yang menyepelehkan agar dimarah saja ( Dalam Bahas Jawa Diseneni ). Ternyata susananya gaduh sebab para pendatang itu sedang melakukan tukar menukar barang bawaanya yang mau diserahkan pada Dewi Galuhwati sebagi upaya untuk bisa di terima menjadi warga Banyuurip.

Tempat berkumpulnya pendatang dari luar daerah itu akhirnya tetap dijadikan sebagai tempat tukar menukar atau tempat jual beli dan lebih jelasnya dijadikan pasar ,dengan nama Pasar Senen ,dari asal kata diseneni. Dulu meskipun pasar tersebut bernama Senen namun ramainya pada hari Kamis, dan jaman mulai berubah yang kini suasananya tidak ketara.

Dalam buku Babad Banyuurip disebut  bahwa Dewi Galuhwati dari Majapahit sesudah dewasa menikah dengan Ki Manguyu, sedang Ki Manguyu merupakan keturunan Harya Bangah (Dari Galuh ).  Dalam sejarah nasional sejak gagalnya Dyah Pitaloka Citra Resmi akan dipermaisuri oleh Hayam Wuruk akibatnya terjadi Bubat dan Kerajaan Galuh mau bernaung dibawa Panji - panji Majapahit. Dan yang berhasil mempertemukan dengah nyata antar keturunan Majapahit dan Kerajaan Galuh yang terjadi di Bannyuurip,yakni dengan pernikahan antar Galuhwati dengan Ki Manguyu. Hingga Banyuurip bisa disebut sebagai tempat kehidupan dan kedamaian bepusat diSitus Prigi. Karena Banyuurip disebut sebagai pusat kehidupan dan kedamaian ,maka leluhunya menyebutnya tempat Andana Tapa atau sebagai tempat menuju ketenangan  dan kedamaian. Oleh karena itu bagi Trah Banyuurip yang berniat kehidupan yang menonjol harus berani keluar dari desa tersebut. Rupanya pesan leluhur terlaksana, Trah Banyuurip yang bertekad keluar dari desa tersebut banyak yang berhasil jadi tokoh nasional . 

Antara lain : Mr Wilopo yang sempat menjabat sebagai Ketua Dewan Petimbangan Agung, Mr Wongsonegoro pernah menjabat Mentri Sekertaris Negara, Mardiyanto pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah dan Menti Dalam Negri.   Dalam legenda disebutkan Pangeran Jayakusuma merupakan tokoh utama perintis Banyuurip, namun dirinya tidak punya keturunan ,hanya Dewi Galuhwati dari hasil pernikahanya  dengan Ki Manguyu.   Konon Dewi Galuhwati  punya anak kembar , namun yang laki-laki ketika baru lahir meninggal ,yang hidup anak perempuan yang diberi nama Rr Dampit Putri. Sesudah dewasa Rr Dampit Putri menikah dengan Ki Ageng Wunut (Ngombol ).  Ki Ageng Wunut adalah putra Ki Ageng Mendira  (Ngombol) . Ki Ageng Wunut mempunyai Putra hasil pernikahanya dengan Rr Dampit Putri yakni Bagus Singopati, sesudah dewasa Bagus Singopati menjadi Tumenggung dan bergelar KRT Wongsonegoro I, sesuai pesan leluhur ,Bagus Singopati tidak mau bertempat tinggal di Banyuurip,tetapi tinggal di Ngandong sebelah selatan Desa Briyan ( Ngombol ).  Bagus Singopati menurunkan para Tumenggung sampai tujuh turunan yang bergelar KRT Wongsonegoro.

Narasumber : Atas Sampoerna DS.
Previous Post Next Post