Purworejo - Makam Simbah Kyai Brengkel atau Raden Hasan Ronggo Surodimedjo, yang kini lebih dikenal sebagai Makam Mbah Brengkel, terletak di Jl. Kyai Brengkel, Brengkelan, Purworejo. Meski berstatus sebagai Tempat Pemakaman Umum (TPU), lokasi ini tidak sekadar menjadi persemayaman terakhir warga, melainkan juga situs sejarah yang menyimpan kisah perjuangan seorang tokoh penting Mataram. Setiap tahun, pada 25 Syaban, masyarakat Purworejo menggelar Ziarah Akbar dan Pengajian Umum Haul untuk menghormati jasa Mbah Brengkel.
Pada tahun 2025, acara ini akan dilaksanakan pada Minggu, 23 Februari 2025, dengan rangkaian kegiatan di Makam Mbah Brengkel dan Masjid Nurul Huda Purworejo. Pada pagi hari pukul 09.00 akan dilaksanakan Ziarah Akbar di Makam Mbah Brengkel (Jl. Kyai Brengkel, Brengkelan). Dilanjutkan pada malam harinya pukul 20.00 digelar Pengajian Umum di Masjid Nurul Huda (Jl. Pramuka No.58, Purworejo) dengan tausiyah oleh KH Kamal Mubarok (Gus Kamal* dari Gunungsari, Pejagoan, Kebumen, dan iringan Hadroh Santri Kendiel.
Kegiatan ini tidak hanya bernilai spiritual, tetapi juga menjadi momentum untuk mengingatkan generasi muda akan akar sejarah daerahnya. Ziarah dan pengajian haul menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, sekaligus upaya melestarikan narasi tentang peran Mbah Brengkel yang mungkin terpinggirkan.
Mbah Brengkel, bernama asli Raden Hasan, adalah menantu Pangeran Puger (RM Drajat), salah satu tokoh mungkin kurang dikenal dalam sejarah perebutan takhta Mataram pasca-pemberontakan Trunojoyo. Ia dipercaya menyimpan pusaka keraton Plered—keris dan tombak—bukan hanya benda sakral, tetapi juga representasi wahyu kedaton (legitimasi ilahi) yang menjadi dasar klaim kekuasaan.
RM Hasan atau Kyai Brengkel juga dikenal dengan nama Raden Hasan Ronggo Surodimedjo. Penambahan nama "Ronggo Surodimejo" diberikan oleh tokoh agama yang dihormati yaitu Simbah KH Damanhuri melalui ilmu kemakrifatan (pengetahuan spiritual tentang hakikat ketuhanan dan kebenaran sejati).
Meski sejarah tertulis tentang hidupnya terbatas, perannya sebagai penjaga pusaka dan pemimpin spiritual di Brengkelan menjadi bukti kontribusinya dalam menjaga stabilitas politik dan budaya di masa lalu. Namun, kini muncul pertentangan dari sebagian masyarakat yang meragukan statusnya sebagai kyai atau tokoh agama. Skeptisisme ini didasari oleh minimnya catatan resmi tentang aktivitas keagamaannya, meski gelar "Kyai" melekat pada namanya melalui tradisi lisan.
Keraguan sebagian masyarakat tentang status Mbah Brengkel sebagai tokoh agama perlu disikapi bijak. Gelar "Kyai" dalam konteks sejarah Jawa tidak selalu merujuk pada ulama yang mendalami ilmu agama secara formal, tetapi juga pada pemimpin yang dihormati karena integritas, pengaruh, atau perannya dalam menjaga tradisi. Mbah Brengkel mungkin tidak meninggalkan kitab atau ceramah keagamaan, tetapi jasanya dalam menjaga pusaka keraton dan membangun masyarkat di Brengkelan adalah bentuk pengabdian yang patut diapresiasi.
Penting untuk diingat: “sejarah tidak selalu tercatat lengkap, tetapi warisan budaya dan nilai-nilai perjuangan tetap hidup melalui tradisi lisan dan ritual masyarakat”. Meragukan eksistensi Mbah Brengkel sama dengan mengabaikan potongan puzzle sejarah yang membentuk identitas Purworejo.
Bagi masyarakat Purworejo, khususnya Brengkelan, Mbah Brengkel adalah simbol keteguhan dalam menjaga warisan leluhur. Meski data tertulis tentang hidupnya minim, makamnya yang masih diziarahi dan acara haul yang rutin digelar membuktikan bahwa ia tetap hidup dalam ingatan kolektif.
Pesan ini perlu digaungkan: "Jangan pernah melupakan sejarah pendahulu kita, meski hanya tersisa cerita-cerita kecil." Setiap ziarah, doa, atau pengajian haul bukan hanya ritual, tetapi juga deklarasi bahwa masyarakat Brengkelan bangga akan akar sejarahnya.
Makam Mbah Brengkel dan tradisi haul tahunan mengajarkan kita bahwa sejarah tidak hanya tentang fakta tertulis, tetapi juga tentang bagaimana sebuah masyarakat memilih untuk mengingat. Di tengah arus modernisasi dan pergeseran makna, masyarakat Purworejo diharap tetap teguh merawat warisan ini.
Mari hadiri Haul Simbah Kyai Brengkel 2025 sebagai bentuk penghormatan dan refleksi diri: "Mengenal sejarah adalah cara kita menghargai perjuangan orang-orang yang membangun pondasi kehidupan kita hari ini."
Mustakim
Liputan Jawa Tengah.Com