Purworejo - Riwayat dalam sejarah Mustakim atau yang sering disapa dengan Gus Takim membaca dari tulisan tokoh sejarawan dan budayawan yakni almarhum R.Atas Danusubrata tentang Kerajaan Mataram .Perebutan takhta Mataram pasca-pemberontakan Trunojoyo, nama RM Hasan atau Kyai Brengkel atau Mbah Brengkel atau Raden Hasan Ronggo Surodimejo mungkin kurang dikenal dibandingkan tokoh utama seperti Amangkurat I, Amangkurat II, atau Pangeran Puger (RM Drajat). Penambahan nama "Ronggo Surodimejo" diberikan oleh tokoh agama yang dihormati yaitu Simbah KH Damanhuri melalui ilmu kemakrifatan (pengetahuan spiritual tentang hakikat ketuhanan dan kebenaran sejati).Makamnya di TPU Brengkelan, Jl Kyai Brengkel, Purworejo, hingga kini setiap tahunnya, pada 25 Syaban, masyarakat Purworejo menggelar Ziarah Akbar dan Pengajian Umum Haul untuk menghormati jasa Mbah Brengkel.
Pemberontakan Trunojoyo (1674–1680) merupakan salah satu konflik paling dahsyat dalam sejarah Mataram. Trunojoyo, seorang bangsawan Madura, memberontak terhadap Sultan Amangkurat I (1646–1677) yang dianggap sewenang-wenang dan lemah dalam memimpin. Pada tahun 1677, pasukan Trunojoyo berhasil merebut ibu kota Mataram di Pleret, memaksa Sultan Amangkurat I dan keluarganya melarikan diri ke arah barat.
Pada malam Ahad, 28 Juni 1677, Sultan Amangkurat I beserta keluarga dan pengawalnya meninggalkan Kraton Pleret menuju Imogiri. Setelah tiga hari, rombongan melanjutkan pelarian ke Bumi Bagelen (sekarang Purworejo). Di sana, mereka mendapat perlindungan dari masyarakat Bagelen yang dipimpin Kiai Baedowi. Dengan dukungan rakyat, pasukan Trunojoyo yang dipimpin Busungmerung, Marewa, Dandang Wacana, dan Ngabei Wansapana berhasil dipukul mundur. Sebagai bentuk terima kasih, keluarga Sultan membangun Masjid Santren di Bagelen pada tahun 1679, yang masih berdiri hingga kini.
Sultan Amangkurat I kemudian melanjutkan pelarian ke barat. Setelah 12 hari perjalanan, kondisi kesehatannya memburuk saat tiba di Aji Barang. Ia pun memerintahkan putranya, RM Drajat (Pangeran Puger), untuk kembali ke timur dan mengumpulkan kekuatan. Sementara itu, Sultan sendiri melanjutkan perjalanan ke utara hingga wafat di Tegal Arum, sehingga dijuluki *Sunan Tegal Arum.
Pangeran Puger, yang ditugaskan ayahnya, tidak berani kembali ke wilayah timur Sungai Bogowonto karena masih dikuasai pendukung Trunojoyo. Ia memilih menghimpun kekuatan di Njenar (Purwakanda) sekarang Purwodadi wilayah yang dianggap aman. Pada 19 Juli 1677, Pangeran Puger dinobatkan sebagai raja Mataram dengan gelar Susuhunan Hing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama. Namun, penobatan ini memicu kecurigaan Kraton Mataram, sehingga ia terpaksa melarikan diri ke Dusun Brangkilen (Brengkelan).
Di Brengkelan, Pangeran Puger ditemani dua putri (Raden Ayu Pengalasan dan Raden Ayu Hanum) serta seorang cucu. Sedangkan putranya, RM Suryoputro, saat itu sedang menuntut ilmu di Pesantren Ngampel, Surabaya. Untuk menghilangkan jejak, Pangeran Puger menitipkan pusaka keraton (tombak dan keris) kepada menantunya, RM Hasan, suami dari Raden Ayu Hanum. RM Hasan diberi gelar Kyai Sebrang Kilen atau Kyai Brengkel, sementara istrinya berganti nama menjadi Siti Fatimah.
RM Hasan wafat dan dimakamkan di Brengkelan, sementara istrinya, Siti Fatimah (R.Ay. Hanum) dimakamkan di Pleret Kartosuro, jauh dari makam RM Hasan di Brengkelan. Pemisahan lokasi makam ini mungkin mencerminkan dinamika keluarga atau pergeseran kekuasaan pada masa itu.
Nama "Brengkelan" berasal dari istilah Sebrang Kilen (seberang barat Sungai Bogowonto). Wilayah ini awalnya menjadi tempat persembunyian Pangeran Puger, namun berkembang menjadi pemukiman penting. Pada masa kolonial Belanda, Brengkelan sempat menjadi kabupaten kecil sebelum diubah namanya menjadi Purworejo pada 27 Februari 1831.
Brengkelan, yang kini menjadi bagian dari Purworejo, tetap dikenang sebagai saksi bisu perjuangan RM Hasan dan keteguhan masyarakat Brengkelan dalam melindungi nilai-nilai kerajaan dan kemanusiaan. Makam Mbah Brengkel kini menjadi situs ziarah yang dikunjungi banyak orang, baik untuk tujuan spiritual maupun napak tilas sejarah. Adapun pusaka keraton yang diamanatkan kepadanya menjadi bagian dari legenda yang terus hidup dalam tradisi lisan.
Mustakim
Liputan Jawatengah.com,
Judul “Khoul Simbah Ky Brengkel” oleh R. Atas Danusubroto Sejarawan dan Budayawan Purworejo